Tragedi
penembakan massal oleh Adam Lanza di Sekolah Dasar Sandy Hook di
Newtown, Jumat (14/12) lalu, bukan hal yg pertama terjadi di
Amerika...dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi di negara lain,
termasuk Indonesia, meskipun mungkin kejahatannya tidak menggunakan
senjata api...intinya adalah Remaja yg sakit atau terluka
jiwanya..........
Kelihatannya memang ada sesuatu yang salah terjadi
di lingkungan pada saat si anak tumbuh di kota2 besar di dunia.....
Bukan sekedar lingkungan sosial, tapi juga dampak dari merosotnya
kwalitas lingkungan/alam, makanan yg terkontaminasi (pernah lihat film
bagaimana peternakan besar dijalankan..? ngeriii...entah obat apa saja
yg masuk di hewan ternak ...juga pertanian dgn segala racun pupuk dan
hamanya......), udara yg kotor... selain hal2 tsb yg mau gak mau
diterima anak anak pada masa pertumbuhannya, Coba perhatikan, apa yg
dihadapi anak anak saat ini ?:
Makin banyak anak yg kena Autisme yg kemungkinan besar disebabkan buruknya lingkungan hidup dan makanan pada saat Ibu hamil..
Orientasi hidup yg makin materialis, semua diukur dgn parameter
tertentu (pintar, cantik, kaya,jagoan, keluarga terhormat, dsb)
menyebabkan anak2 yg "tidak beruntung" harus menghadapi bullying dari
lingkungan sekolahnya/lingkungan sekitarnya (saya baca di majalan
Kartini edisi awal bulan ini, betapa bullying saat kecil, bisa
menyebabkan sakit jiwa pada saat dewasa dan menikah, untungnya bisa
sembuh karena dukungan keluarga dan berobat rutin, orang tsb sekarang
jadi penyiar TV yg cantik di Indonesia...,aneh ya,cantik pun tetap jd
korban bullying).
Kesepian yang sangaaat...ayah dan Ibu sibuk
bekerja (karena tuntutan kebutuhan, dua2nya harus mencari nafkah, atau
tuntutan peran karena suami seorang pejabat, istri harus "lebih pejabat
lagi" dengan mengikuti aneka kegiatan sosial...) dan ketika di rumah,
ortu tsb tidak menyiapkan waktu yg cukup untuk anak2nya..... Rata2
keluarga memiliki anak sedikit, jadi makin sepilah rumah...,pulang
sekolah, kembali ke rumah adalah kembali ke kesepian yg menekan...
Bayangkan, rasa sakit seperti apa yg diderita anak2 tsb...?sehingga pada
masa pertumbuhannya, anak tidak memiliki tempat bertanya, jd harus
memutuskan sendiri atau memendam masalahnya sendiri, dan menumpuklah
masalah2 yg dia hadapi..., ini tentu berdampak negatif pada
perilakunya.,..dll, yg mungkin teman2 bisa menambahkan sendiri...
Pagi ini, saya baca di Kompas.com...dengan judul "Saya, Ibu seorang Adam Lanza"... ini cerita lengkapnya...
Di bawah ini adalah kisah Lisa Long, seorang pengarang dan musisi, yang
juga ibu tunggal dari empat orang anak, dan salah satunya berkebutuhan
khusus. Ia menulis kisahnya di sebuah blog, tetapi kemudian tersebar di
berbagai media negara itu, tentang anaknya yang berpontesi menjadi Adam
Lanza berikutnya.
***
Tiga hari sebelum Adam Lanza (20
tahun) membunuh ibunya, lalu menyerbu sebuah kelas TK di Connecticut,
putra saya yang berusia 13 tahun, Michael (bukan nama sebenarnya),
ketinggalan bus karena dia mengenakan celana yang warnanya tidak sesuai
dengan aturan sekolah.
"Saya bisa pakai celana ini," katanya, nadanya agresif, matanya membelalak hitam.
"Itu warna biru tua," kata saya. "Aturan seragam sekolahmu mengatakan celana hitam atau khaki saja."
"Mereka bilang saya bisa pakai ini," tegasnya. "Kamu perempuan jalang.
Saya bisa pakai celana apapun yang saya mau. Ini Amerika. Saya punya
hak!"
"Kamu tidak bisa pakai celana apapun sesukamu," kataku,
nada suara saya tetap ramah, wajar. "Dan kamu tidak boleh memanggil saya
perempuan jalang. Kamu tidak boleh menikmati barang-barang elektronik
selama hari ini. Sekarang masuk ke mobil. Saya akan antar kamu ke
sekolah."
Saya tinggal bersama anak lelaki saya yang sakit secara mental. Saya mencintai putra saya. Namun dia menakutkanku.
Beberapa minggu lalu, Michael mengambil pisau dan mengancam akan
membunuh saya dan kemudian dirinya setelah saya memintanya untuk
mengembalikan buku perpustakaannya yang sudah terlambat dikembalikan.
Saudaranya yang berusia 7 dan 9 tahun sudah tahu bagaimana menyelamatkan
diri, mereka berlari ke mobil dan mengunci pintu sebelum saya meminta
mereka. Saya berhasil meraih pisau itu dari Michael, lalu secara
sistematis mengumpulkan semua benda tajam di rumah ke dalam sebuah wadah
Tupperware tunggal yang sekarang selalu ada bersama saya. Karena semua
itu, ia terus berteriak menghina saya dan mengancam akan membunuh atau
menyakiti saya.
Kekacauan itu berakhir saat tiga petugas polisi
yang kekar dan seorang paramedis membawa anak saya naik ambulans ke
ruang gawat darurat setempat. Rumah sakit jiwa tidak punya tempat tidur
kososng hari itu, dan Michael kemudian menjadi tenang di UGD, sehingga
mereka mengirim kami pulang dengan resep untuk Zyprexa. Seorang
psikiater anak lokal mengunjungi kami kemudian.
Kami masih
tidak tahu apa yang salah dengan Michael. Spektrum autisme, ADHD,
Oppositional Defiant atau Intermittent Explosive Disorder semuanya telah
diobservasi dalam berbagai pertemuan dengan para petugas probation,
pekerja sosial, konselor, guru dan penyelenggara sekolah.
Pada
awal kelas tujuh, Michael diterima di program akselerasi bagi siswa
matematika berbakat dan sains. IQ-nya sangat tinggi. Ketika dia dalam
suasana hati yang baik, ia dengan senang hati akan membahas berbagai
subyek mulai dari mitologi Yunani hingga perbedaan antara fisika
Einstein dan Newton. Dia kebanyakan berada dalam suasana hati yang baik.
Namun jika sebaliknya, hati-hati. Dan tidak mungkin untuk memprediksi
apa yang akan membuatnya marah.
Beberapa minggu di SMP barunya,
Michael mulai memperlihatkan keanehan yang kian menjadi dan perilaku
mengancam. Kami memutuskan untuk mengirimnya ke program pembenahan
perilaku milik distrik, sebuah lingkungan sekolah di mana anak-anak yang
tidak bisa berlaku normal di kelas dapat mengakses hak mereka bagi free
public babysitting dari pukul 07.30 hingga 13.50 pada hari Senin hingga
Jumat sampai mereka berusia 18 tahun.
Pagi hari saat insiden
celana itu, Michael terus berdebat dengan saya saat kami berkendara. Dia
kadang-kadang akan meminta maaf dan tampak menyesal. Tepat sebelum kami
berbelok ke tempat parkir sekolahnya, ia berkata, "Lihat, Mom, saya
sungguh minta maaf. Bolehkah saya main video game hari ini?"
"Tidak," kataku. "Kamu tidak bisa bertindak seperti yang telah kamu
lakukan pagi ini dan berpikir kamu bisa mendapatkan kembali hak
istimewamu untuk menikmati elektronik dengan cepat."
Wajahnya
jadi dingin, dan sorotan matanya penuh perhitungan kemarahan. "Kalau
begitu saya akan bunuh diri," katanya. "Saya akan melompat keluar dari
mobil sekarang dan bunuh diri."
Setelah insiden pisau itu, saya
sudah bilang padanya bahwa jika ia pernah mengucapkan kata-kata itu
lagi (niat bunuh diri dan membunuh), saya akan membawanya langsung ke
rumah sakit jiwa. Saya tidak bereaksi (atas niatnya terjun dari mobil).
Saya langsung memutar kendaraan ke arah berlawanan, belok kiri bukan
kanan.
"Kemana kamu membawaku?" katanya, ia tiba-tiba khawatir. "Kita mau kemana?"
"Kamu tahu ke mana kita akan pergi," jawab saya.
"Tidak! Kamu tidak bisa melakukan itu terhadapku. Kamu mengirim saya ke neraka! Kamu mengirim saya langsung ke neraka!"
Saya berhenti di depan rumah sakit, dengan panik melambaikan tangan ke
salah seorang dokter yang kebetulan berdiri di luar. "Telepon polisi,"
kataku. "Cepat."
Michael berontak saat itu, berteriak-teriak
dan memukul. Saya memeluknya kencang sehingga ia tidak bisa melarikan
diri dari mobil. Dia menggigitku beberapa kali dan berulang kali
menyikutkan sikunya ke tulang rusukku. Saya masih lebih kuat dari dia,
tapi saya tidak akan dapat bertahan lebih lama lagi.
Polisi
datang dengan cepat dan membawa anak saya yang menjerit dan menendang ke
bagian dalam rumah sakit. Saya mulai gementaran, dan air mata memenuhi
mataku saat saya mengisi dokumen... "apakah ada kesulitan dengan ...
pada umur berapa anak anda ... apakah ada masalah dengan.... apakah anak
anda pernah mengalami .. apakah anak anda punya ... "
Setidaknya kami punya asuransi kesehatan sekarang. Saya baru-baru ini
mendapat pekerjaan di sebuah perguruan tinggi setempat, mengakhir karir
freelance saya karena ketika anda memiliki anak-anak seperti ini, anda
perlu jaminan. Tidak ada asuransi individu yang akan mencakup hal
semacam ini.
Selama berhari-hari, anak saya berkeras bahwa saya
bohong, saya membuat semuanya sehingga saya bisa menyingkirkannya. Hari
pertama, ketika saya menelepon untuk memantau, dia bilang, "Saya benci
kamu. Saya akan balas dendam begitu saya keluar dari sini."
Hari ketiga, ia telah kembali menjadi anak laki-lakiku yang tenang,
manis, serta semua permintaan maaf dan janji untuk menjadi lebih baik.
Saya sudah pernah mendengar janji-janji itu selama bertahun-tahun. Saya
tidak percaya lagi.
Pada formulir perawatan, atas pertanyaan, "Apa harapan Anda untuk perawatan?" Saya tulis, "Saya butuh bantuan."
Masalah ini terlalu besar bagi saya untuk tangani sendiri.
Kadang-kadang tidak ada pilihan yang baik. Jadi anda hanya berdoa untuk
mendapatkan kasih karunia.
Saya berbagi kisah ini karena saya
seorang ibu dari Adam Lanza. Saya ibu dari Dylan Klebold dan Eric
Harris. Saya ibu dari Jason Holmes. Saya ibu Jared Loughner. Saya ibu
dari Seung-Hui Cho. Dan anak-anak itu serta ibu mereka membutuhkan
bantuan. Sangat mudah untuk membahas tentang senjata dalam tragedi
semacam ini. Namun kini waktunya untuk berbicara tentang penyakit
mental.
Menurut Mother Jones, sejak tahun 1982, ada 61
pembunuhan massal yang melibatkan senjata api terjadi di seluruh AS.
Dari jumlah itu, 43 pelaku adalah pria kulit putih, dan hanya seorang
perempuan.Mother Jones berfokus pada apakah pembunuh memperoleh senjata
mereka secara legal (hampir semuanya legal). Namun tanda-tanda jelas
tentang penyakit mental ini harus membawa kita untuk mempertimbangkan
berapa banyak orang di Amerika Serikat hidup dalam ketakutan, seperti
yang saya alami.
Ketika saya bertanya kepada pekerja sosial
untuk anak saya tentang pilihan saya, dia mengatakan bahwa satu-satunya
hal yang bisa saya lakukan adalah membuat Michael dituduh melakukan
kejahatan. "Tak seorang pun akan memperhatikan anda kecuali anda
mempunya tuduhan." kata pekerja sosial itu.
Saya tidak percaya
anak saya akan masuk penjara. Lingkungan yang kacau memperparah
sensitivitas Michael terhadap rangsangan sensorik dan tidak berhubungan
dengan patologi yang dialaminya. Namun tampaknya Amerika Serikat
sepertinya sedang menggunakan penjara sebagai solusi bagi orang-orang
sakit mental. Menurut Human Rights Watch, jumlah narapidana sakit mental
di penjara AS meningkat empat kali lipat dari tahun 2000 hingga 2006,
dan jumlahnya terus meningkat.
Tidak ada yang ingin mengirim
seorang bocah 13 tahun yang jenius yang mencintai Harry Potter dan
koleksi hewannya ke penjara. Tapi masyarakat kita, dengan stigmanya
terhadap penyakit mental dan sistem kesehatan yang rapuh, tidak
memberikan kita pilihan lain. Lalu muncul lagi seseorang yang jiwanya
tersiksa menembak sebuah restoran makanan cepat saji. Sebuah mal. Sebuah
kelas anak-anak TK. Dan kita hanya bisa meremas tangan kita dan
mengatakan, "Sesuatu harus dilakukan."
Saya setuju bahwa
sesuatu harus dilakukan. Sudah waktunya membahas tentang kesehatan
mental nasional. Hanya itulah satu-satunya cara bangsa kita bisa
benar-benar sembuh.
Tuhan bantu saya. Tuhan bantu Michael. Tuhan bantu kami semua.
Lihat juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar